KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga
(disingkat KDRT) adalah
kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami
maupun oleh istri.
Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik,
seksual,
psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya
adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang
tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang
yang mempunyai hubungan darah, perkawinan,
persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah
tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh
si korban karena terpaut dengan struktur budaya, agama dan sistem hukum yang
belum dipahami. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk
memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya.
1.1 Waspadai 8 Tanda Kekerasan
dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) tidak hanya berwujud kekerasan fisik melainkan juga
meliputi kekerasan emosional serta psikologis. Pada umumnya, perilaku kekerasan
tidak muncul begitu saja, namun terdapat tanda yang mendahuluinya.
Tanda
Perilaku Kekerasan dalam Rumah Tangga
Berikut
adalah tanda-tanda KDRT:
1.
Terburu-buru mengambil keputusan
Ketika
seseorang yang baru Anda kenal langsung mengajak menikah, maka Anda perlu
waspada. Orang dengan potensi berperilaku kasar membutuhkan pemenuhan kebutuhan
untuk mengontrol pasangannya. Mengikat calon pasangan dalam pernikahan
merupakan cara mudah untuk mendapatkan kontrol penuh.
2.
Cemburu berlebihan
Cemburu
merupakan tanda cinta, namun cemburu buta bisa memicu masalah. Segala perilaku tersebut pada awalnya mungkin
nampak seperti sebentuk perhatian. Namun, jika dilakukan secara obsesif,
kondisi ini bisa menjadi pertanda perilaku posesif dan dominasi.
3.
Selalu ingin mengendalikan
Individu
yang kasar dan cenderung pada kekerasan memiliki keinginan besar untuk
mengontrol. Kontrol berlebihan jelas akan mengurangi kebebasan pasangan.
1.2 Faktor Penyebab Munculnya Masalah Kekerasan dalam Rumah Tangga
Berikut adalah beberapa faktor
penyebab munculnya masalah kekerasan dalam rumah tangga, di antaranya :
1. Motif (dorongan seseorang
melakukan sesuatu)
a. Terganggunya Motif Biologis
Terganggu atau
tidak terpenuhinya motif biologis seperti makan, minum, dan sex anggota
keluarga membuat mereka melakukan suatu tindakan untuk menuntut pemenuhan
kebutuhan tersebut. Namun demikian, cara menuntut pemenuhan kebutuhan
tersebutlah yang terkadang menyimpang. Seorang istri mengucapkan kata-kata yang
tidak seharusnya diucapkan kepada suaminya karena suaminya tidak bisa memenuhi
kebutuhan biologisnya dan kebutuhan biologis anaknya atau suami yang merasa
tidak terpenuhi kebutuhan sex-nya, sehingga melakukan tindak kekerasan kepada
istrinya, bahkan melampiaskannya kepada anak kandungnya sendiri.
b. Terganggunya Motif Psikologis
Seorang istri
yang merasa tertekan oleh tindakan suaminya yang sangat membatasi kegiatan
istrinya dalam aktualisasi diri, memaksakan istrinya untuk menuruti semua
keinginan suaminya atau sebaliknya, atau orang tua yang memaksakan keinginannya
kepada anaknya seperti menuntut anaknya untuk menjadi dokter atau sebaliknya
anak yang menuntut orang tuanya memenuhi semua keinginannya. Ketika
tekanan-tekanan dan tuntutan-tuntutan ini terakumulasi dan mencapai puncaknya,
maka yang muncul adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dan juga tindak
kekerasan.
Contohnya
seorang istri yang yang memotong alat kelamin suaminya karena suaminya tetap
ngotot ingin memiliki istri lagi. Orang tua yang membunuh anaknya karena
anaknya ngotot ingin punya motor atau malu dengan keadaan anaknya yang memiliki
kekurangan.
Semua tindak
kekerasan di atas juga sangat berkaitan dan dipengaruhi oleh kondisi psikis
anggota keluarga yang bersangkutan, entah itu stress atau depresi, malu, dan
sebagainya.
c. Terganggunya Motif Teologis
Motif teologis
berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Ketika ini terganggu, maka
tidak menutup kemungkinan akan muncul upaya-upaya pemberontakan untuk memenuhi
kebutuhan ini.
Perbedaan agama
atau keyakinan pasangan suami-istri dan keduanya tidak saling memahami satu
sama lain, tidak ada toleransi di dalamnya, maka yang muncul adalah
ketidakharmonisan antara keduanya. Tidak menutup kemungkinan, tindak kekerasan
pun akan muncul akibat saling memaksakan keyakinan masing-masing.
Jauhnya
keluarga dari agama atau keyakinan juga bisa memunculkan tindak kekerasan di
dalam keluarga tersebut. Ketika ajaran agama untuk saling menyayangi, berbakti,
sabar, saling menghormati, dan saling membantu satu sama lain khususnya di
dalam keluarga diabaikan dan tidak diterapkan, maka kekerasan muncul, anak
durhaka pada orang tua, orang tua memukuli anaknya, dan sebagainya.
d. Terganggunya Motif Sosial
Terganggunya
motif sosial anggota keluarga seperti terganggunya interaksi antar anggota
keluarga ataupun interaksi yang terlalu berlebihan juga bisa memunculkan tindak
penyimpangan seperti kekerasan. Contohnya seorang suami yang jarang pulang dan
memiliki masalah di luar, karena jarangnya interaksi maka anggota keluarga yang
lain mungkin tidak mengetahuinya dan ketidaktahuan mereka akan masalah itu
mengakibatkan munculnya sikap-sikap yang justru memperburuk suasana seperti
anak yang rewel dan istri yang banyak meminta, sehingga emosi sang suami
memuncak bahkan memicu ia melakukan tindak kekerasan. Contoh lain adalah
interaksi yang berlebihan yang menimbulkan sikap manja. Sikap manja ini dapat
menyebabkan ketergantungan anggota keluarga dan ketika keinginannya tidak
terpenuhi, tidak menutup kemungkinan tindakan yang menyimpang muncul bahkan
kekerasan. Contoh lainnya, karena faktor teman/kerabat yang sering melakukan
tindak kekerasan terhadap anak/istrinya, di sini bukan berarti ia mengikuti
perilaku buruk teman/kerabatnya itu, tapi pada saat dia memiliki masalah yang
cukup rumit dan situasi/keadaan di dalam rumah tidak seperti yang dia harapkan,
maka munculah pengaruh dari tindak kekerasan yang sering dilakukan
teman/kerabatnya itu untuk menyelesaikan masalah.
Faktor lain yang mempengaruhi
munculnya tindak kekerasan adalah perbedaan budaya/kebiasaan antara istri
dengan suaminya dimana mereka tidak bisa saling memahami adanya rasal dari .
Contoh, bila suami berasal dari suku tertentu yang terkenal keras, sedangkan si
istri berasal dari suku tertentu yang bersifat lemah lembut, mereka walaupun
sudah menjadi suami-istri yang harusnya saling memahami dan saling menerima
satu sama lain, justru itu tidak terjadi, yang akhirnya terjadilah egoisme
masing-masing dan memaksakan kehendaknya sehingga munculah tindak kekerasan di
dalam keluarga tersebut.
2. HARAPAN
Sosiolog
keluarga mencatat bahwa harapan yang tidak realistik dalam pengasuhan anak
menyumbang pada banyaknya angka perceraian dan menciptakan kekecewaan dan
kemarahan terhadap kegagalan pasangan dan anak untuk meneruskan harapan.
Dalam suatu
keluarga pasti akan ada suatu harapan mengenai apa yang akan dicapai setelah
mereka berkeluarga, misalkan harapan agar keluargaya hidup sejahtera dengan
memiliki anak dan hidup berkecukupan. Namun tekadang harapan-harapan malah
menjadi bumerang bagi keluarga tersebut. Keluarga yang tidak dapat mewujudkan harapannya
cenderung akan menimbulkan suatu masalah. Misalkan pasangan suami istri yang
sudah lama menikah menginginkan mempunyai anak, namun tak kunjung diberi
keturunan, hal itu dapat menyebabkan keharmonisan keluarga sedikit terusik,
akan ada pihak yang disalahkan antara suami atau istri, biasanya pihak yang
lebih banyak disalahkan yaitu pihak istri, banyak kasus yang tejadi hal itu
dapat menyebabkan adanya ketidak puasan dan kekecewaan suami kepada istri. Jika
kesabaran dari suami sudah tidak dapat lagi ditahan hal itu dapat mengakibatkan
adanya penghardikan bahkan kekerasan dalam rumah tangga sebagai pelampiasan
akan kekecewaan.
3. NILAI-NILAI ATAU NORMA
Nilai-nilai dan
norma merupakan salah satu indikasi yang berkaitan dengan penyebab masalah
sosial. Nilai dan norma sebagai penyebab masalah sosial dalam konteks kekerasan
dalam rumah tangga disini terjadi manakala terjadi pelanggaran terhadap nilai
dan norma yang ada didalam kelurga atau tidak dipatuhinya nilai didalam
keluarga. selain itu, Penerapan nilai etika dalam keluarga yang salah, tidak
adanya penghormatan dari istri kepada suami, tidak adanya kepercayaan suami
terhadap istri, tidak berjalannya fungsi dan peran masing-masing anggota
keluarga baik istri,suami, maupun anak juga menjadi pemicu terjadinya
kekerasan. Sebagai contoh seorang ayah yang selalu menanamkan nilai disiplin
terhadap anak dengan cara kekerasan, bagi ayah mungkin cara ini benar karena
memiliki tujuan yang baik, tapi secara real tindakan ini sudah merupakan
tindakan kekerasan yang akan berakibat fatal bagi perkembangan fisik maupun
psikis anak. Dan pola pendidikan ini mungkin akan ditiru oleh anaknya kelak
ketika menjadi seorang ayah maupun ibu, sehingga kekerasan terjadi secara
turun-temurun. Contoh lain yang berkaitan dengan ketidak adanya kepercayaan
antara suami dan istri misalnya dalam sebuah keluarga baik suami maupun istri
timbul kecurigaan yang berlebihan seperti perselingkuhan yang menyebabkan suami
ataupun istri tidak dapat berpikir panjang yang akhirnya menimbulkan percekcokan
dan lebih parahnyalagi kekerasan fisik pun terjadi.
4. TIDAK TERSEDIANYA SISTEM
SUMBER
Sumber yaitu
suatu yang memiliki nilai dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta
memecahkan suatu masalah. Sumber kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai
sumber atau potensi yang dapat digunakan dalam usaha kesejahteraan sosial atau
praktek pekerja sosial.
Sasaran praktek
pekerja sosial adalah hubungan antara orang dengan sistem-sistem dilingkungan
sosialnya. Manusia yang sangat tergantung pada berbagai sistem sumber yang ada
di sekitar kehidupannya untuk memperoleh berbagai sumber serta pelayanan dan
kesempatan yang diperlukan dalam memenuhi berbagai kebutuhan.
Sumber adalah
sesuatu yang berharga baik yang sudah maupun yang harus ditemukan yang dapat dimobilisasi
sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan atau pemecahan masalah.
Dengan berbagai
materi yang telah disampaikan, masalah yang terjadi yaitu ketidak tersedianya
sistem sumber juga dapat meyebabkan masalah terjadi di dalam keluarga. Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga dapat disebabkan oleh tidak adanya sistem sumber
.
Sebagai contoh kasus yaitu :
Sebagai contoh
kasus kebanyakan dimana seorang istri atau seorang anak mendapatkan kekerasan
dalam keluarga yang di lakukan seorang ayah. Yang melampiaskan amarahnya dengan
cara kekerasa dengan contoh memukul atau menendang seorang anak atau istrinya
dan melakukan kekerasan apa pun kepada mereka. Yang di permasalahkan dalam
contoh kasus ini yaitu kekurang ekonomi yang sebagai dasar terjadinya kekerasan
dalam keluarga.
Analisis masalah :
Masalah dari
kasus diatas bersumber pada kekurangan ekonomi. Sebuah rumah tangga yang
kekurangan ekonomi sering menjadi dasar terjadinya KDRT. Tuntutan yang besar
dari istri kepada suami yang menyebabkan sering terjadinya konflik dan terarah
ke KDRT. Kaitan kasus diatas dengan penyebab masalah sosial tidak adanya sistem
sumber yaitu ayah yang bekerja dengan hasil minim inilah yang menjadi pokok
permasalahan. Kekurangan sumber dari ayah seharusnya kita gali lebih dalam .
sumber sebenarnya dapat kita cari ataupun dapat kita buat. Sumber dapat berasal
dari saudara, tetangga, teman, dan juga pemerintah maupun swasta.
Dalam kasus ini
kekurangan dalam hal ekonomi dapat diberikan solusi seorang ayah dengan mencari
pekerjaan yang lebih baik. Apabila susah mendapatkan pekerjaan yang baik karena
umur yang semakin tua, ayah dapat mencari bantuan kepada saudara, teman, maupun
meminjam dana dari instansi pemerintah maupun swasta. Dana yang dipinjam dapat
digunakan dengan baik untuk membangun usaha yang belum banyak dilakukan oleh
masyarakat.
Dalam hal ini,
perubahan pola pikir ayah sebagai kepala keluargalah yang seharusnya kita rubah
(mainset). Dengan cara itu kemungkinan besar akan berubah sifat seorang ayah
yang selalu menggunakan kekerasan dalam mengambil keputusan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_dalam_rumah_tangga
www.amazine.co/23387/waspadai-8-tanda-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar