Selasa, 15 Oktober 2013



KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri. Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya. 

1.1 Waspadai 8 Tanda Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak hanya berwujud kekerasan fisik melainkan juga meliputi kekerasan emosional serta psikologis. Pada umumnya, perilaku kekerasan tidak muncul begitu saja, namun terdapat tanda yang mendahuluinya.

Tanda Perilaku Kekerasan dalam Rumah Tangga
Berikut adalah tanda-tanda KDRT:
1. Terburu-buru mengambil keputusan
Ketika seseorang yang baru Anda kenal langsung mengajak menikah, maka Anda perlu waspada. Orang dengan potensi berperilaku kasar membutuhkan pemenuhan kebutuhan untuk mengontrol pasangannya. Mengikat calon pasangan dalam pernikahan merupakan cara mudah untuk mendapatkan kontrol penuh.

2. Cemburu berlebihan
Cemburu merupakan tanda cinta, namun cemburu buta bisa memicu masalah.  Segala perilaku tersebut pada awalnya mungkin nampak seperti sebentuk perhatian. Namun, jika dilakukan secara obsesif, kondisi ini bisa menjadi pertanda perilaku posesif dan dominasi.

3. Selalu ingin mengendalikan
Individu yang kasar dan cenderung pada kekerasan memiliki keinginan besar untuk mengontrol. Kontrol berlebihan jelas akan mengurangi kebebasan pasangan.

1.2 Faktor Penyebab Munculnya Masalah Kekerasan dalam Rumah Tangga
Berikut adalah beberapa faktor penyebab munculnya masalah kekerasan dalam rumah tangga, di antaranya :

1. Motif (dorongan seseorang melakukan sesuatu)
a. Terganggunya Motif Biologis
Terganggu atau tidak terpenuhinya motif biologis seperti makan, minum, dan sex anggota keluarga membuat mereka melakukan suatu tindakan untuk menuntut pemenuhan kebutuhan tersebut. Namun demikian, cara menuntut pemenuhan kebutuhan tersebutlah yang terkadang menyimpang. Seorang istri mengucapkan kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan kepada suaminya karena suaminya tidak bisa memenuhi kebutuhan biologisnya dan kebutuhan biologis anaknya atau suami yang merasa tidak terpenuhi kebutuhan sex-nya, sehingga melakukan tindak kekerasan kepada istrinya, bahkan melampiaskannya kepada anak kandungnya sendiri.

b. Terganggunya Motif Psikologis
Seorang istri yang merasa tertekan oleh tindakan suaminya yang sangat membatasi kegiatan istrinya dalam aktualisasi diri, memaksakan istrinya untuk menuruti semua keinginan suaminya atau sebaliknya, atau orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya seperti menuntut anaknya untuk menjadi dokter atau sebaliknya anak yang menuntut orang tuanya memenuhi semua keinginannya. Ketika tekanan-tekanan dan tuntutan-tuntutan ini terakumulasi dan mencapai puncaknya, maka yang muncul adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dan juga tindak kekerasan.

Contohnya seorang istri yang yang memotong alat kelamin suaminya karena suaminya tetap ngotot ingin memiliki istri lagi. Orang tua yang membunuh anaknya karena anaknya ngotot ingin punya motor atau malu dengan keadaan anaknya yang memiliki kekurangan.
Semua tindak kekerasan di atas juga sangat berkaitan dan dipengaruhi oleh kondisi psikis anggota keluarga yang bersangkutan, entah itu stress atau depresi, malu, dan sebagainya.

c. Terganggunya Motif Teologis
Motif teologis berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Ketika ini terganggu, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul upaya-upaya pemberontakan untuk memenuhi kebutuhan ini.
Perbedaan agama atau keyakinan pasangan suami-istri dan keduanya tidak saling memahami satu sama lain, tidak ada toleransi di dalamnya, maka yang muncul adalah ketidakharmonisan antara keduanya. Tidak menutup kemungkinan, tindak kekerasan pun akan muncul akibat saling memaksakan keyakinan masing-masing.

Jauhnya keluarga dari agama atau keyakinan juga bisa memunculkan tindak kekerasan di dalam keluarga tersebut. Ketika ajaran agama untuk saling menyayangi, berbakti, sabar, saling menghormati, dan saling membantu satu sama lain khususnya di dalam keluarga diabaikan dan tidak diterapkan, maka kekerasan muncul, anak durhaka pada orang tua, orang tua memukuli anaknya, dan sebagainya.
d. Terganggunya Motif Sosial

Terganggunya motif sosial anggota keluarga seperti terganggunya interaksi antar anggota keluarga ataupun interaksi yang terlalu berlebihan juga bisa memunculkan tindak penyimpangan seperti kekerasan. Contohnya seorang suami yang jarang pulang dan memiliki masalah di luar, karena jarangnya interaksi maka anggota keluarga yang lain mungkin tidak mengetahuinya dan ketidaktahuan mereka akan masalah itu mengakibatkan munculnya sikap-sikap yang justru memperburuk suasana seperti anak yang rewel dan istri yang banyak meminta, sehingga emosi sang suami memuncak bahkan memicu ia melakukan tindak kekerasan. Contoh lain adalah interaksi yang berlebihan yang menimbulkan sikap manja. Sikap manja ini dapat menyebabkan ketergantungan anggota keluarga dan ketika keinginannya tidak terpenuhi, tidak menutup kemungkinan tindakan yang menyimpang muncul bahkan kekerasan. Contoh lainnya, karena faktor teman/kerabat yang sering melakukan tindak kekerasan terhadap anak/istrinya, di sini bukan berarti ia mengikuti perilaku buruk teman/kerabatnya itu, tapi pada saat dia memiliki masalah yang cukup rumit dan situasi/keadaan di dalam rumah tidak seperti yang dia harapkan, maka munculah pengaruh dari tindak kekerasan yang sering dilakukan teman/kerabatnya itu untuk menyelesaikan masalah.

Faktor lain yang mempengaruhi munculnya tindak kekerasan adalah perbedaan budaya/kebiasaan antara istri dengan suaminya dimana mereka tidak bisa saling memahami adanya rasal dari . Contoh, bila suami berasal dari suku tertentu yang terkenal keras, sedangkan si istri berasal dari suku tertentu yang bersifat lemah lembut, mereka walaupun sudah menjadi suami-istri yang harusnya saling memahami dan saling menerima satu sama lain, justru itu tidak terjadi, yang akhirnya terjadilah egoisme masing-masing dan memaksakan kehendaknya sehingga munculah tindak kekerasan di dalam keluarga tersebut.

2. HARAPAN
Sosiolog keluarga mencatat bahwa harapan yang tidak realistik dalam pengasuhan anak menyumbang pada banyaknya angka perceraian dan menciptakan kekecewaan dan kemarahan terhadap kegagalan pasangan dan anak untuk meneruskan harapan.
Dalam suatu keluarga pasti akan ada suatu harapan mengenai apa yang akan dicapai setelah mereka berkeluarga, misalkan harapan agar keluargaya hidup sejahtera dengan memiliki anak dan hidup berkecukupan. Namun tekadang harapan-harapan malah menjadi bumerang bagi keluarga tersebut. Keluarga yang tidak dapat mewujudkan harapannya cenderung akan menimbulkan suatu masalah. Misalkan pasangan suami istri yang sudah lama menikah menginginkan mempunyai anak, namun tak kunjung diberi keturunan, hal itu dapat menyebabkan keharmonisan keluarga sedikit terusik, akan ada pihak yang disalahkan antara suami atau istri, biasanya pihak yang lebih banyak disalahkan yaitu pihak istri, banyak kasus yang tejadi hal itu dapat menyebabkan adanya ketidak puasan dan kekecewaan suami kepada istri. Jika kesabaran dari suami sudah tidak dapat lagi ditahan hal itu dapat mengakibatkan adanya penghardikan bahkan kekerasan dalam rumah tangga sebagai pelampiasan akan kekecewaan.

3. NILAI-NILAI ATAU NORMA
Nilai-nilai dan norma merupakan salah satu indikasi yang berkaitan dengan penyebab masalah sosial. Nilai dan norma sebagai penyebab masalah sosial dalam konteks kekerasan dalam rumah tangga disini terjadi manakala terjadi pelanggaran terhadap nilai dan norma yang ada didalam kelurga atau tidak dipatuhinya nilai didalam keluarga. selain itu, Penerapan nilai etika dalam keluarga yang salah, tidak adanya penghormatan dari istri kepada suami, tidak adanya kepercayaan suami terhadap istri, tidak berjalannya fungsi dan peran masing-masing anggota keluarga baik istri,suami, maupun anak juga menjadi pemicu terjadinya kekerasan. Sebagai contoh seorang ayah yang selalu menanamkan nilai disiplin terhadap anak dengan cara kekerasan, bagi ayah mungkin cara ini benar karena memiliki tujuan yang baik, tapi secara real tindakan ini sudah merupakan tindakan kekerasan yang akan berakibat fatal bagi perkembangan fisik maupun psikis anak. Dan pola pendidikan ini mungkin akan ditiru oleh anaknya kelak ketika menjadi seorang ayah maupun ibu, sehingga kekerasan terjadi secara turun-temurun. Contoh lain yang berkaitan dengan ketidak adanya kepercayaan antara suami dan istri misalnya dalam sebuah keluarga baik suami maupun istri timbul kecurigaan yang berlebihan seperti perselingkuhan yang menyebabkan suami ataupun istri tidak dapat berpikir panjang yang akhirnya menimbulkan percekcokan dan lebih parahnyalagi kekerasan fisik pun terjadi.


4. TIDAK TERSEDIANYA SISTEM SUMBER
Sumber yaitu suatu yang memiliki nilai dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta memecahkan suatu masalah. Sumber kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai sumber atau potensi yang dapat digunakan dalam usaha kesejahteraan sosial atau praktek pekerja sosial.

Sasaran praktek pekerja sosial adalah hubungan antara orang dengan sistem-sistem dilingkungan sosialnya. Manusia yang sangat tergantung pada berbagai sistem sumber yang ada di sekitar kehidupannya untuk memperoleh berbagai sumber serta pelayanan dan kesempatan yang diperlukan dalam memenuhi berbagai kebutuhan.

Sumber adalah sesuatu yang berharga baik yang sudah maupun yang harus ditemukan yang dapat dimobilisasi sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan atau pemecahan masalah.
Dengan berbagai materi yang telah disampaikan, masalah yang terjadi yaitu ketidak tersedianya sistem sumber juga dapat meyebabkan masalah terjadi di dalam keluarga. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga dapat disebabkan oleh tidak adanya sistem sumber .

Sebagai contoh kasus yaitu :
Sebagai contoh kasus kebanyakan dimana seorang istri atau seorang anak mendapatkan kekerasan dalam keluarga yang di lakukan seorang ayah. Yang melampiaskan amarahnya dengan cara kekerasa dengan contoh memukul atau menendang seorang anak atau istrinya dan melakukan kekerasan apa pun kepada mereka. Yang di permasalahkan dalam contoh kasus ini yaitu kekurang ekonomi yang sebagai dasar terjadinya kekerasan dalam keluarga.

Analisis masalah :
Masalah dari kasus diatas bersumber pada kekurangan ekonomi. Sebuah rumah tangga yang kekurangan ekonomi sering menjadi dasar terjadinya KDRT. Tuntutan yang besar dari istri kepada suami yang menyebabkan sering terjadinya konflik dan terarah ke KDRT. Kaitan kasus diatas dengan penyebab masalah sosial tidak adanya sistem sumber yaitu ayah yang bekerja dengan hasil minim inilah yang menjadi pokok permasalahan. Kekurangan sumber dari ayah seharusnya kita gali lebih dalam . sumber sebenarnya dapat kita cari ataupun dapat kita buat. Sumber dapat berasal dari saudara, tetangga, teman, dan juga pemerintah maupun swasta.
Dalam kasus ini kekurangan dalam hal ekonomi dapat diberikan solusi seorang ayah dengan mencari pekerjaan yang lebih baik. Apabila susah mendapatkan pekerjaan yang baik karena umur yang semakin tua, ayah dapat mencari bantuan kepada saudara, teman, maupun meminjam dana dari instansi pemerintah maupun swasta. Dana yang dipinjam dapat digunakan dengan baik untuk membangun usaha yang belum banyak dilakukan oleh masyarakat.
Dalam hal ini, perubahan pola pikir ayah sebagai kepala keluargalah yang seharusnya kita rubah (mainset). Dengan cara itu kemungkinan besar akan berubah sifat seorang ayah yang selalu menggunakan kekerasan dalam mengambil keputusan.



DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_dalam_rumah_tangga
www.amazine.co/23387/waspadai-8-tanda-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar